Anemia gizi hingga saat ini masih perlu mendapatkan perhatian serius di Indonesia. Program suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) telah dilaksanakan sejak tahun 1990-an sebagai salah satu upaya penanganan masalah anemia gizi tersebut selain pendidikan gizi dan fortifikasi.
Namun saat ini program tersebut masih terus dibutuhkan. Oleh sebab itu, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menggelar Diseminasi Pencegahan Anemia pada Remaja Putri dan Pencanangan Minum TTD di Auditorium Omni Hospital, Serpong Utara, Kota Tangsel pada Jumat, (8/4/2016).
Dalam dua dekade terakhir, masalah anemia cenderung mengalami penurunan. Namun saat ini prevalensinya masih cukup tinggi. Data Riskendas 2013, menunjukan masalah anemia pada ibu hamil mencapai 37,1 persen, sementara prevalensi pada perempuan usia 15 tahun atau lebih adalah sebesar 22,7 persen.
Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie dalam sambutannya mengatakan, kedepan pemberian TTD tidak hanya ditekankan pada ibu hamil, tetapi juga kepada remaja putri, dan tingkat capaian pemberinya menjadi indikator pencapaian program. Target nasional Persentase Remaja Putri yang mendapat TTD adalah 15 persen sedangkan di Kota Tangsel sendiri menargetkan 20 persen. “Seluruh pelajar tingkat SMP dan SMA dibagikan tablet tambah darah untuk mencegah anemia pada remaja. Tablet ini bisa didapatkan di seluruh Puskesmas terdekat dengan gratis,” katanya.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Suharno, pihaknya menggelar kegiatan tersebut untuk mensosialisasikan kepada masyarakat terutama remaja putri guna mencanangkan minum TTD. Dengan harapan mampu meningkatkan kepatuhan minum TTD pada siswa SMP dan SMA sederajat.
Lebih lanjut Suharno menekankan, saat ini, banyak remaja yang hanya suka mengkonsumsi makanan tertentu, sehingga tubuhnya tidak mendapatkan asupan gizi yang bervariasi.”Dengan ketidakberagaman makanan yang dikonsumsi dapat memicu penurunan produksi sel darah merah, sehingga mudah untuk terjadi anemia. Kalau kurang darah juga berakibat berkurangnya kecerdasan,” paparnya.
Salah satu pemicu anemia, antara lain defisiensi zat besi, defisiensi vitamin B1, defisiensi asam folat, penyakit infeksi faktor bawaan dan perdarahan. Anemia gizi besi sebenarnya tidak perlu terjadi bila asupan makanan sehari-hari mengandung cukup zat besi , terutama pangan hewani yang kaya akan zat besi, seperti pada hati, ikan dan daging yaitu merupakan sumber zat besi yang mudah diserap oleh tubuh
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Endang Achadi menyebutkan 63 persen disefisiensi zat besi disebabkan pola makan yang kurang baik sehingga mengakibatkan anemia gizi besi. “Remaja yang sering merasa pusing, lemah, pucat di telapak tangan, letih dan lesu salah satu faktor kurangnya konsumsi zat besi sehingga anemia,” katanya
Anemia banyak terjadi di kehidupan para remaja, khususnya remaja putri. Hal ini dapat terjadi karena para remaja putri sedang berada pada masa pubertas maka kebutuhan zat besi untuk menyeimbangkan perkembangan tubuh semakin besar. “Selain itu, beban ganda yang diemban adalah mengalami menstruasi, berarti juga memiliki kebutuhan untuk menggantikan zat besi hilang bersama darah haid. Jika asupan zat gizi terpenuhi tidak akan mengalami anemia,” terangnya.
Sedengkan Dr. Hj. Endang Wahyuningsih, Kepala Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengatakan, bahwa makan beraneka ragam makanan, bergizi dan seimbang dengan asupan gizi yang cukup dapat mencegah anemia.
Khusus di Kota Tangsel, semua remaja putri usia 12 sampai dengan 18 tahun yang berada di institusi sekolah mendapat TTD satu tablet setiap minggu sekali dan satu tablet setiap hari selama 10 hari masa haid, diberikan selama minimal 4 bulan.