30 C
Tangerang Selatan
Selasa, 8 April 2025
Serpong Update
RELEASE

Banyak Konsumsi SKM, Nasib Anak-anak Tak Mampu Memprihatinkan

Serpongupdate.com – Ibarat pepatah mengatakan “Sudah jatuh terhimpit tangga pula”, inilah kondisi yang dialami masyarakat tak mampu di masa pandemi Covid-19 saat ini. Hal itu terjadi pada masyarakat  tak mampu di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, saat dilakukan survey oleh Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI). Ada 36 anak yang terancam gizi buruk di wilayah ini.

Aktivis kesehatan anak, Yuli Supriati mengutarakan dalam kunjungannya ke Puskesmas Tigaraksa beberapa waktu lalu, didiapati 36 anak usia di bawah 5 tahun berada dalam status gizi kurang. Sebanyak 21 anak di antaranya berada pada rentang usia 1 – 2 tahun.

Di desa Cileleus, Tigaraksa Tangerang, Yuli bertemu Mutia dan Tegar, dua balita penerima program pemberian makanan tambahan (PMT) dari Puskesmas Tigaraksa. Kedua anak berusia 2 tahun itu memiliki berat badan yang hanya 7  kg. Padahal, untuk anak normal, di usia dua tahun seharusnya memiliki berat badan 14 kg untuk perempuan dan 15 kg untuk laki-laki.

Amah, nenek yang merawat Mutia, merasa heran, padahal ia rajin memberikan susu kental manis (SKM) kepada Mutia. Bahkan dalam sehari, Mutia bisa mengkonsumsi 3 – 4 gelas susu kental manis. Pengakuan serupa juga dismapaikan Ibu dari Tegar yang juga sering memberikan SKM kepada anaknya itu.

Kemungkinan masih banyak lagi di daerah-daerah lainnya yang sama seperti kedua orangtua ini, bahwa mereka tidak tahu bahwa SKM itu tidak baik untuk dikonsumsi anak-anak. Bukannya malah sehat, tapi berdampak kepada gizi buruk pada anak-anak.

Menanggapi hasil temuan YAICI ini, dokter spesialis anak yang juga tim ahli Satgas Covid-19 Tangsel, Tubagus Rachmat Sentika, membenarkan bahwa susu kental manis (SKM) itu memang tidak untuk diberikan kepada anak-anak, baik untuk topping maupun untuk pengganti ASI. “Karena kandungan gulanya yang tinggi, kental manis tidak untuk anak-anak. Anak yang meminum kental manis akan mengalami kegemukan dan tidak sehat,” katanya, Jumat malam (17/7).

Karenanya, dia berpesan agar para calon ibu perlu memperhatikan gizi lengkap dan seimbang seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air. Sebab hal itu akan mempengaruhi bayi mereka yang akan lahir kelak. “Baik bayi, balita, ibu hamil, sampai lansia semuanya memerlukan gizi, cuma bentuknya berbeda-beda. Kalau bayi itu bentuknya cair makanan pendamping ASI tapi setelah 6 bulan 1 tahun harus ditambahkan dengan makanan-makanan lain,” kata dr. Tubagus Rachmat Sentika.

Khusus untuk ibu hamil, yang perlu diperhatikan adalah pembentukan organ-organ setelah 8 minggu atau 4 bulan 10 hari. Di sini sangat dibutuhkan asam folat, tablet zat besi (Fe) untuk pembentukan 25% perkembangan otak calon bayi. Setelah 2- 3 tahun otak anak akan berkembang menjadi menjadi 80% dan setelah 6 tahun jadi 95%. “Ini yang dinamakan golden period, yaitu masa emas atau 1000 hari pertama kehidupan atau masa-masa pembentukan otak. Karena itu, protein asam amino harus cukup, karbohidrat cukup, semua harus cukup,” paparnya.

Selanjutnya, harus dipantau sesuai dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).  Dijelaskan, badannya waktu lahir 3 kg, 1 tahun jadi 9 kg atau 3 kali berat badan lahir, 5 atau 6 bulan 2 kali berat badan lahir atau 9 kg dan 3 tahun seharusnya 11 kg lebih. Tentunya, semua ada grafiknya untuk menjadi panduan dan antisipasi pada pertumbuhan anak. “Kalau dia di bawah garis merah, jadi gizi buruk dan nanti setelah 3 tahun jadi stunting,” tuturnya.

Dia juga mengkritisi langkah Kemenkes yang membiarkan pemberian makanan tambahan berupa biskuit dan SKM dalam setiap sembako yang diberikan kepada masyarakat.  Menurutnya, keduanya itu tidak bisa digunakan untuk anak yang mengalami gizi buruk.

Menurut Rachmat Sentika, meskipun Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019, tapi implementasinya masih belum berjalan dengan baik.

“Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan stunting harus dilakukan melalui survailans dan penemuan kasus oleh Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi baik gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya harus diberikan Pangan Khusus Medis khusus (PKMK),” jelasnya.

PKMK merupakan minuman dengan kalori 100 dan 150. Nutrisinya berisi elementeri diet berupa asam amino, glukosa, asam lemak dan mikronutrien yang secara evidence base sangat cocok untuk anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami gangguan gizi.

Rachmat Sentika menambahkan, seharusnya semua puskesmas dan rumah sakit wajib menyediakan anggaran PKMK selain Anggaran PMT untuk menangani gangguan gizi yang akan berdampak pada stunting.

H. Fitron Nur Ikhsan. M. Sc, Sekretaris Komisi V DPRD Provinsi Banten mengapresiasi upaya yang dilakukan YAICI. “Senang sekali ada intervensi program dari masyarakat. Sebab saya meyakini fenomena gizi buruk merupakan gunung es. Semakin didata dan intervensi program data akan semakin banyak,” ujarnya, Sabtu (18/7).

Dia mengakui terdapat banyak faktor yang menimbulkan masalah gizi buruk ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung adalah kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi. “Seseorang yang asupan makanannya kurang akan mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh sehingga dapat memudahkan untuk sakit,” tuturnya.

Dia mengutarakan kekurangan asupan makanan dapat disebabkan karena ketidaktersediaannya pangan sehingga tidak ada makanan yang dikonsumsi. Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya pelayanan kesehatan pada masyarakat dan keadaan lingkungan yang tidak sehat.

Dia juga setuju bahwa pemberian susu kental manis dan biskuit untuk balita gizi buruk yang selama ini dijalankan oleh pemerintah, tidak efektif untuk menurunkan prevalensi gizi buruk. “Karena seringkali penyebab gizi buruk ditemukan bukan karena faktor kekurangan asupan makan, tetapi karena masalah perilaku pengasuhan (asah, asih dan asuh) yang salah,” ucapnya.

Karenanya, dia berharap agar Program Pendidikan dan Perbaikan Gizi atau Pos Gizi menjadi pilihan terbaik dan lebih efektif  dalam menangani masalah gizi. “Karena ini melibatkan masyarakat dan ada sesi edukasi tentang pola pengasuhan, cara pemberian makan anak, cara menyiapkan makan anak, imunisasi, dan lain-lain,” katanya. (Rls)

Berita Terkait

1 comment

Hastira Juli 23, 2020 at 8:03 pm

menyedihkan ya, memang pandemi banyak dampaknya

Reply

Leave a Comment