SerpongUpdate.com – Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bersama konsorsium pengembangan Radiation Portal Monitor (RPM) menyerahkan hasil kegiatan Program Pengembangan Teknologi Industri (PPTI) berupa seperangkat RPM kepada Kemenristekdikti di Kawasan Nuklir Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (13/12/2018). Pengembangan RPM ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden RI yang tertuang dalam surat Sekretariat Kabiet RI tanggal 4 April 2018 perihal pemasangan RPM dan Radiological Data Monitoring Systems (RDMS).
RPM merupakan seperangkat alat yang dilengkapi dengan sensor yang mampu mendeteksi adanya zat radioaktif, sedangkan RDMS difungsikan untuk medeteksi dan mengukur paparan radiasi lingkungan. RPM sangat diperlukan untuk dipasang di seluruh pelabuhan dan bandar udara interasional serta pos lintas batas Negara guna mencegah penyelewengan penggunaan zat radioaktif dan bahan nuklir oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir, BATAN, Hendig Winarno mengatakan, selama ini RPM yang dipasang di wilayah Indonesia merupakan produk negara lain. “Karena produk negara lain maka jika terjadi kerusakan pada RPM tersebut akan mengalami kesulitan. Untuk itulah perlu adanya inovasi dari anak bangsa untuk membuat RPM dengan kemampuan sendiri,” kata Hendig.
Saat ini, jumlah RPM yang terpasang di wilayah Indonesia menurut Sekretaris Utama Bapeten, Hendriyanto, berjumlah 6 buah. Jumlah ini menurutnya masih terlalu kecil jika dibandingkan jumlah pintu keluar masuk ke wilayah Indonesia yang jumlahnya bisa ratusan.
“Kebutuhan terhadap RPM di Indonesia sangat besar mengingat jumlah pintu akses masuk sangat banyak. Selain itu pemerintah sangat konsen pada isu keamanan nuklir di Indonesia,” kata Hendriyanto.
Sementara itu, Dirjen Penguatan dan Pengembangan, Kemenristekdikti, Dimyati memberikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh pihak yang tergabung dalam konsorsium PPTI yang telah memyelesaikan pekerjaan pembuatan RPM dengan baik. RPM tersebut saat ini tengah dilakukan uji terap dan kinerjanya akan dibandingkan dengan alat yang sama namun produk luar negeri.
Kepala Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN), Dhandang Purwadi mengatakan RPM yang diserahkan ini nantinya akan dilakukan pengujian di lingkungan yang sesungguhnya. “RPM yang diserahkan sebanyak satu unit, yang dilakukan oleh Konsorsium pengembang RPM-PPTI kepada penyadang dana yakni Kemenristekdikti yang selajutnya diserahkan kepada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), dan kemudian diserahkan ke pihak BATAN untuk dilakukan uji-terap dilingkungan yang sesungguhnya dan dibandingkan dengan RPM buatan luar negeri yang telah terpasang sebelumnya,” ujar Dhandang.
Dhandang menuturkan, pengembangan RPM ini melibatkan beberapa institusi yakni BATAN, Bapeten, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan PT. Len Bandung yang tergabung dalam sebuah konsorsium. Keempat institusi tersebut mempunyai tugas masing-masing, diantaranya BATAN bertugas mengembangkan sistem deteksi nuklir, Bapeten memberikan dukungan regulasi dan pendanaan, UGM bertugas mengembangkan perangkat lunak pengendali sistem dan PT Len mengembangkan transmisi data antar perangkat dan data server yang aman dari berbagai ancaman.
Setelah RPM ini diserahkan, menurut Dhandang, akan terus dilakukan penyempurnaan sebelum diproduksi secara massal. “Setelah pengujian lapangan, sambil dilakukan proses penyempurnaan seperlunya, secara paralel dilanjutkan dengan program sertifikasi menuju produksi massal oleh BUMN,” lanjutnya.
Terkait dengan keselamatan radiasi, Dhandang menegaskan bahwa RPM ini aman karena tidak memancarkan radiasi dan tidak menimbulkan polusi bagi lingkungan. Salah satu kemungkinan bahaya yang dapat terjadi adalah dari sistem kelistrikan yang bila dilakukan pembongkaran alat tanpa mengikkuti prosedur yang benar.
Pengerjaan RPM ini menelan biaya sebesar Rp4 milyar yang berasal dari program Insinas PPTI yang sudah berlansung pada tahun 2017 – 2018. Dengan selesainya RPM ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mampu membuat perangkat portal radioaktif secara mandiri dan tidak tergantung pada produk negara lain.
Dhandang berharap RPM dapat segera diproduksi secara massal di Indonesia. “Ketersediaan RPM produk dalam negeri sebagai alat deteksi utama radiasi di Indonesia, menuju kemandirian teknologi nuklir nasional,” harapnya. (Nto/Rls)