Serpongupdate.com – Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut pandang medik, kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial budaya, kriminalitas dan sebagainya).
Penyalahgunaan narkoba merupakan fenomena sosial yang telah lama menjadi masalah sosial di masyarakat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus penyalahguna yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri.
Seperti yang dirilis oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2017. Setidaknya 3,5 juta penyalah gunaan zat psikoaktif dan alkohol (NAPZA) terjadi di Indonesia, yang mana angkanya seiring waktu terus bertambah.
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,” terang dr. Rudy Wijono, Sp.KJ yang bertugas RSU Kota Tangsel.
Sedangkan definisi Psikotropika, menurut dr. Rudy adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Yang mana tercantum pada UU no. 5 tahun 1997.
”Zat psikoaktif adalah zat yang bekerja pada susunan saraf pusat secara selektif sehingga dapat menimbulkan perubahan pada pikiran, perasaan, perilaku, persepsi, maupun kesadaran,” ujarnya.
Klasifikasi Narkotika menurut UU No.35 Tahun 2009 & Permenkes No.2 Tahun 2017 Dibagi menjadi tiga golongan :
- Narkotika golongan I
Narkotika jenis ini dilarang digunakan utuk kepentingan pelayanan kesehatan, dalam jumlah terbatas dapat digunakan untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan & teknologi, reagensia diagnostic, dan reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan. “Setidaknya ada 114 zat masuk dalam narkotika golongan I ini,” ucapnya.
2. Narkotika golongan II
Narkotika jenis ini dapat digunakan untuk pelayanan Kesehatan, Saat ini ada sekitar 91 zat masuk dalam narkotika golongan II ini.”Contohnya morphine, pethidine, fentanyl,” ujarnya.
3. Narkotika golongan III atau narkotika yang dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan. Ada sekitar 15 zat masuk dalam narkotika golongan III yang contohnya adalah codeine, buprenorphine.
Penggolongan Narkotika menurut UU No. 35 tahun 2009 bersifat dinamis karena memungkinkan adanya perubahan penggolongan NAPZA. Laporan tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2016 menyatakan dalam kurun waktu 2008-2015 sebanyak 644 NPS telah dilaporkan oleh 102 negara. BNN melaporkan sebanyak 46 NPS yang telah beredar di Indonesia. NPS baru sebagian masuk dalam Permenkes No.2 tahun 2017 tentang perubahan penggolongan NAPZA.
Adapun Penggolongan NAPZA menurut buku Pedoman Penentuan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III dan International Classification Disease (ICD) ada 10 golongan, yakni : alkohol, yaitu semua minuman yang mengandung etanol seperti bir, wiski, vodka, tuak, ciu, arak dan lain-lain. “Kemudian Opioid, termasuk didalamnya: candu, morphine, heroin, petidin, codeine, methadone,” jelasnya.
Kemudian adan cannabinoid, yaitu ganja atau marihuana, hashish. Selanjutnya sedative dan hypnotic, yaitu nitrazepam, clonazepam, bromazepam, diazepam, alprazolam, lorazepam dan lain-lain.”Yang kelima adalah kokain, yang terdapat dalam daun koka, pasta kokain, bubuk kokain,” ujarnya.
Selanjunya stimulan lain, termasuk caffeine, methamphetamine, MDMA. Yang ke tujuh adalah hallucinogen, misalnya LSD, mescaline, psilocin, psilocybin. Ke sembilan adalah tembakau yang mengandung zat psikoaktif nikotin dan sepuluh inhalansia atau bahan pelarut yang mudah menguap, misalnya acetone, lem.
Lebih lanjut menurut dr. Rudy, zat Psikoaktif juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh/efeknya terhadap susunan saraf pusat (SSP) terdapat tiga macam yang pertama adalah stimulan.
“Stimulan ini mampu meningkatkan aktivitas susunan saraf pusat (SSP) pada otak. Zat ini meningkatkan denyut jantung dan frekuensi pernafasan, serta meningkatkan rasa senang yang berlebihan (sensasi euphoria),” terangnya.
Yang kedua adalah depressant, zat ini sendiri mampu memberikan efek memperlambat aktifitas kerja otak sehingga menghasilkan ketenangan. Ketiga adalah hallucinogen, dimana kelompok beragam zat yang merubah persepsi, zat ini mengganggu komunikasi antara sistem kimia otak seperti serotonin, dopamine, sehingga menyebabkan ganggua persepsi halusinasi panca indra
Adapun cara penggunaan NAPZA dibagi menjadi tiga yaitu melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, mukosa, dan pembuluh darah.
“Ketiga cara ini memiliki risiko kesehatan tinggi seperti penularan penyakit yang disebabkan virus dan bakteri serta kerusakan jaringan,” pungkasnya. (Adv)