Serpongupdate.com – Total sebanyak 597 pengidap disabilitas yang ada di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mendapatkan hak pilihnya dalam pagelaran Pemilu 2019. Dari jumlah itu diketahui, 58 diantaranya adalah tunagrahita, atau mereka yang memiliki keterbelakangan mental.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangsel Bambang Dwitoro, menyampaikan, hak pilih pengidap disabilitas tetap diberikan guna mengikuti pencoblosan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 17 April 2019 nanti. Tak terkecuali bagi para difabel, tunagrahita, tunadaksa, tunanetra, tunarungu dan tunawicara.
“Kami sudah melakukan pendataan dari sekolah khusus atau yayasan dan yang bertempat tinggal di Tangsel,” kata Bambang di kantor KPU Tangsel, Serpong, Senin (18/2/2019).
Dia membeberkan, jika pemilih berkebutuhan khusus banyak ditemukan di rumah-rumah atau pemukiman warga. Sedangkan yang didapati berada di yayasan, jumlahnya tak seberapa. Proses sosialisasi Pemilu juga telah dilakukan oleh petugas PPK di lapangan.”Sosialisasi kepada orang gila juga sudah kami lakukan. Pertama, kami lakukan pendekatan kepada pengurus yayasan. Di situ kami jelaskan bahwa mereka juga punya hak pilih. Kami minta datanya,” jelasnya.
Sosialisasi yang dilakukan PPK itu menarget para tunagrahita yang memiliki data yang jelas. Komunikasi seputar Pemilu pun tetap dilakukan. Meski begitu, tetap saja saat sosialisasi ada pengidap tunagrahita yang masih nyambung diajak berbicara, namun tak sedikit pula yang melantur.
“Kami juga melakukan komunikasi dengan orang gilanya oleh teman-teman PPK di lapangan. Kalau orang gila yang di jalanan kami tidak ambil, karena dia tidak punya data kependudukan yang jelas,” sambungnya.
Sementara, Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kota Tangsel Achmad Mujahid Zein menambahkan, pihaknya tidak bisa memaksakan agar orang gila atau disabilitas harus memberikan hak pilihnya nanti.”Teknisnya, kalau dia masih sakit dia enggak akan memilih. Kenapa Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) kami daftarkan, itu karena mereka punya hak pilih, tapi kami tidak akan paksa mereka,” paparnya.
Dalam pencoblosan, masih kata dia, penderita gangguan jiwa bisa saja diwakilkan asalkan yang bersangkutan memberikan surat kuasa dan menulisnya sendiri. Namun pertanyaannya adalah, apakah mungkin mereka bisa menulis surat kuasa bagi dirinya itu.”Bisa ditemani jika ada surat pernyataan dari dia. Kalau tidak ada, tidak bisa. Orang gila itu banyak, keluarganya saja yang tidak mau daftarin. Tapi kita kan tidak mau menutup pintu tentang hak suara mereka,” ulasnya.
Mujahid melanjutkan, persoalan hak setiap warga negara dalam memilih sudah diputuskan sejak lama. Namun baru ramai dibicarakan media saat ini.”Sebenarnya itu sudah dilakukan sejak lama, sebab itu hak mereka. Tetapi baru ramai pada Pemilu 2019. Di TPS kami juga tidak ada yang beda, kecuali untuk disabilitas,” tandas Mujahid. (jol)