Kemajuan pembangunan termasuk seni kebudayaan di Banten masih jauh tertinggal. Banten harus diselamatkan segera sebab selama ini telah terjadi pembiaran oleh penguasa.
Budayawan yang juga Ketua Komunitas Cinta Banten Uten Sutendy mengatakan, pembinaan kesenian kebudayaan Tangsel dan Banten secara menyeluruh masih terbelakang.
Dijelaskannya, faktor kepemimpinan korup sebelumnya menjadi salah satu penyebab keterpurukan.
“Yang menikmati hanya sekelompok orang tertentu. Penguasa di Banten yang lama terbukti tersangkut masalah hukum. Itu tandanya kepemimpinan yang terdahulu membuat Banten sulit maju tertinggal dari daerah lainnya,” kata Uten di temu acara KCB dan Relawan Rano-Embay di Banten Resto, Pamulang Sabtu (3/12).
Nilai-nilai kebantenan kata Uten, harus dikembalikan arti yang sesungguhnya. Seperti apa? Misalnya kata Uten seperti Jawara. Jawara itu artinya bukan untuk gagah-gagahan semata. Jawara Banten itu adalah betul-betul membela kebenaran. Murni membela rakyat.
Selanjutnya untuk ulama sudah menjadi ciri khas Baten sejak ratusan tahun silam. Hal tersebut kurang mendapat posisi yang baik dalam strata pemerintah di Tangsel dan Banten.
“Harusnya jadi suara ulama juga harus didengarkan untuk mendukung pembangunan daerah,” tegasnya.
Tak luput juga, kesepuhan Banten seperti adat warga Baduy. Suku yang menjadi indentitas yang dimiliki Banten tidak dimiliki daerah lain. Ada dan suku di daerah itu jadi cikal bakal masyarakat modern.
“Kita harus pelihara kelestariannya.
Kekayaan sumber daya alam melimpah sejak zaman Belanda. Sayangnya,
disembunyikan oleh penguasa. Harusnya dikelola dengan baik,” tandasnya.
Hasil kekayaan Banten layak dinikmati warganya. Caranya membangun pendidikan hingga di pelosok Banten.
Keadaan itu lanjut Uten masih terbalik kenyataanya di Banten. Masih banyak sekolah tempat pendidikan jelek dan rusak. Akses jalan, angkutan anak-anak sekolah saja masih buruk.
“Bangunan sekolah jelek. Anak-anak sekolah gelantungan nyeberang sungai sudah jadi gambaran pendidikan Banten yang jadi sorotan publik,” ucapnya.
Pemimpin tanda nya itu masih mementingkan kelompok tertentu atau penguasa saja.
Pemimpin mendatang jangan lagi ada kaitan kasus hukum. Banten harus berubah. Memberikan peluang yang besar kepada “akar” baru. Akar lama sudah terbukti penyakit korup.
Begitu juga dengan Tangsel. Supaya masyarakat melek poltik dan budaya. Memilih pemimpin bebas koruptor.
“Tangsel masih mencari identitas budayanya. Sudah dua periode kepemimpinan walikota sekarang Tangsel tidak punya Ikon atau landmark.Tidak punya ruh ke tangselan. Harusnya pemkot Tangsel lebih berani,” lanjutnya.
Ada tiga akar budaya yang berkembang di Tangsel. Yaitu Betawi, Cina dan Sunda.
Pihaknya kata Uten, sudah pernah mengusulkan kawasan Tandon Ciater dibangunn rumah-rumah budaya.
Untuk itu KCB jadi wadah memperatukan budayawan, seniman di Baten. Fokus kebudayan dan sosial. (Nto/rls)