Kepala Badan Tenaga Atom dan Nuklir (Batan) Djarot Wisnubroto, menyebutkan Negara Rusia dan Tiongkok sangat tertarik berinvestasi pada Reaktor Daya Eksperimental (RDE), yang digagas pembangunannya oleh Batan sejak tahun 2014.
“Rusia dan Tiongkok, dua-duanya bisa dibilang agresif atau yang lebih halus disebut proaktif mendukung pembangunan RDE,” terang Djarot, Selasa, 7 Februari 2017 di gedung 71, Puspiptek, Serpong, Kota Tangerang Selatan.
Diterangkannya, RDE memiliki fungsi berbeda dengan reaktor nuklir milik Batan lain yang memiliki fungsi riset dan memproduksi isotop atau memiliki nilai komersial.
“Sementara RDE adalah reaktor nuklir yang digunakan untuk eksperimen (riset non komersil) dalam penguasaan teknologi pembangkit tenaga nuklir (PLTN),” terang Djarot.
Meski begitu, ketertarikan Rusia dan Tiongkok terhadap RDE Batan, disebut Djarot sebagai batu loncatan kedua negara itu meraih proyek-proyek nuklir lainnya.
“Kenapa mereka tertarik, karena itu batu pijakan mereka. Agar mereka dapat project selanjutnya. Itu batu pijakan masuk, kelak mereka bisa berikan teknologi dan lainnya lagi,” terang dia.
Namun sayang, berdasarkan peraturan Pemerintah soal Reaktor Daya Eksperimental, tersebut, mensyaratkan Batan untuk melakukan bidding terhadap calon investornya.
“Pemerintah mensyarakatkan ada biding. Umumnya ke dua negara tersebut keberatan kalau ada bidding, tapi itulah aturan yang ada di Indonesia,” kata Dia.
Menurut Djarot, RDE yang telah memiliki izin tapak pada akhir Januari 2017 ini memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia sebagai tahapan menuju kemandirian tekhnologi Pembangkit Listrik dengan menggunakan tenaga nuklir.
“RDE memiliki kapasitas daya 10 megawatt thermal atau sekitar 2,9 megawatt bila sudah dikonversi menjadi listrik. Reaktor ini termasuk dalam kategori PLTN mini karena penggunaaannya masih sebatas eksperimen,” jelasnya.
Dengan dikuasainya teknologi RDE, Indonesia akan memiliki kemampuan dalam mengembangkan teknologi PLTN dengan skala yang lebih besar, sehingga mengurangi tingkat ketergantungan pada negara lain.
“Ijin tapak RDE sudah diterbitkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Dimulai dari tahap penyusunan dokumen Program Evaluasi Tapak (PET) dan Sistem Manajemen Evaluasi Tapak (SMET) tahun 2014 yang disampaikan ke Bapeten untuk memperoleh persetujuan evaluasi tapak. Setelah melalui review dan perbaikan Bapeten mengeluarkan ijin tapak RDE pada 23 Januari 2017.
Dalam melaksanakan evaluasi tapak, Batan melibatkan insstitusi yang berkompeten, yaitu Pusat Survey Geologi Kementrian ESDM, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, BMKG, UI dan ITB. Tahap selanjutnya adalah menyusun dokumen basic design yang akan dijadikan dasar untuk penyusunan dokumen persyaratan pengajuan untuk melakukan pekerjaan konstruksi,” papar Djarot.
Djarot menyebutkan, untuk pembangunan RDE tersebut, membutuhkan investasi hingga Rp 2,2 triliun. Seiring waktu proses perizinan diajukan dan pembangunannya selesai di tahun 2022/2023.
—